Japan International Cooperation Agency
Share
  • 日本語
  • English
  • Français
  • Espanol
  • Home
  • About JICA
  • News & Features
  • Countries & Regions
  • Our Work
  • Publications
  • Investor Relations

Berita Proyek

2009-12-24

Pelaksanaan Workshop untuk Memfasilitasi Pemahaman Tentang Lesson Study

PhotoGuru-guru IPA menghadiri workshop di Kab.Pasuruan

PhotoGuru-guru IPA menghadiri workshop di kab. Sumedang

Wilayah referensi Lesson Study di pulau Jawa : Kab. Sumedang, Bantul, dan Pasuruan telah memulai Lesson Study sejak Program SISTTEMS, yaitu pendahulu Program PELITA. Dengan demikian, tiga kabupaten tersebut lebih berpengalaman di Lesson Study dibandingkan dengan tiga wilayah baru lainnya di Program PELITA. Di Kab. Sumedang, Bantul, dan Pasuruan, buka-kelas dihadapan guru-guru lainnya dimana sebelumnya hal ini sangat jarang dilakukan di sekolah-sekolah di Indonesia kini menjadi praktik yang biasa. Guru-guru secara rutin berkumpul di MGMP untuk melaksanakan siklus Plan-Do-See dari Lesson Study secara bersama-sama. Jumlah sekolah LSBS (Lesson Study Berbasis Sekolah) dimana semua guru dari berbagai mata pelajaran lainnya berpartisipasi dalam Lesson Study juga meningkat. Hal tersebut merupakan hal baru dalam sejarah pengembangan pendidikan di Indonesia. Namun, dapatkah kita menjamin bahwa perubahan ini dapat membawa peningkatan mutu kelas yang nyata? Apakah anak-anak dapat belajar lebih baik dan mencapai pemahaman lebih baik di dalam kelas.

Melalui monitoring buka-kelas di wilayah referensi, Tenaga Ahli JICA menemukan bahwa masih diperlukan jalan yang panjang untuk berangkat dari “Lesson Study menjadi pekerjaan yang rutin” menjadi “peningkatan nyata pada mutu dalam pengajaran dan pembelajaran”. Masih terdapat beberapa guru yang kurang tepat memahami definisi Lesson Study dan pembelajaran yang baik. Dengan demikian, Tenaga Ahli JICA memutuskan untuk menerapkan workshop satu hari dengan sasaran semua guru anggota MGMP di tiga (3) kabupaten wilayah referensi untuk memberi masukan kepada mereka mengenai definisi yang benar mengenai Lesson Study dan kelas yang baik. Tentunya, workshop yang hanya satu hari tersebut tidak dapat menjelaskan secara keseluruhan kesalahpahaman para guru setelah lebih dari dua setengah tahun kegiatan Lesson Study. Bagaimanapun juga, Tenaga Ahli JICA merasa bahwa jika mereka tidak menjelaskan beberapa kesalahpahaman di wilayah referensi yang akan menjadi referensi kepada seluruh sekolah di Indonesia untuk saat ini, hal ini akan menimbulkan kesulitan dalam mendiseminasikan kegiatan Lesson Study sebagai perangkat efektif untuk meningkatkan mutu kelas dimasa yang akan datang.

Di dalam workshop, Tenaga Ahli JICA menjelaskan apa itu Lesson Study dan siklus Plan-Do-See dengan menggunakan media video. Kemudian, para guru bertanya mengenai kegiatan Lesson Study sehari-hari mereka, dan Tenaga Ahli JICA mencoba untuk memecahkan kesalahpahaman para guru dengan menjawab pertanyaan mereka. Ada enam kesalahpahaman dimana Tenaga Ahli JICA berusaha untuk meluruskannya dalam workshop tersebut.

Kesalahpahaman Pertama : Lesson Study adalah Metode/Model Pengajaran
Beberapa guru di Indonesia berpikir bahwa Lesson Study merupakan metode/model pengajaran, sehingga para guru berpikir bahwa mereka harus berhenti mengaplikasikan metode/model pembelajaran yang lainnya jika sedang menerapkan Lesson Study, atau mengaplikasikan kerja kelompok dalam kelas adalah sama dengan Lesson Study. Tenaga Ahli JICA menjelaskan bahwa Lesson Study adalah sistem siklus (Plan-Do-See) dimana para guru meningkatkan keterampilan mereka dan kemampuan pengajaran melalui observasi dan refleksi dari kelas sehari-hari. Metode/model pengajaran dapat tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, tapi tidak dengan Lesson Study, karena hal itu merupakan siklus pembelajaran. Lesson Study dapat dilanjutkan selama ada sistem siklus dan tempat dimana para guru dapat duduk bersama, bahkan jika para guru mengubah metode/model pengajaran.

Kesalahpahaman Kedua : Kelas Yang Mengimplementasikan RPP (Rencana Pembelajaran) Adalah Kelas Yang Baik
Ada kesalahpahaman bahwa kelas yang diterapkan dan yang telah direncanakan adalah kelas yang baik. Namun suatu kelas dianggap dapat berubah setiap saat berdasarkan pada reaksi setiap siswa terhadap apa yang guru katakan. Tenaga Ahli JICA menjelaskan bahwa hal itu penting untuk membuat rencana dengan mempertimbangkan respon siswa seperti dimana siswa akan menghadapi kesulitan dan bagaimana menghadapi kesulitan yang dihadapi siswa. Jika respon siswa tidak seperti yang diharapkan, maka guru harus mengubah rencana mereka dengan segera sehingga kelas dapat memfasilitasi pembelajaran siswa secara efektif, daripada hanya melanjutkan kelas sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkan.

Kesalahpahaman Ketiga : Para Guru Tidak Semestinya Menjelaskan
Gaya pengajaran tradisional di Indonesia adalah ceramah. Di dalam kelas para siswa diajarkan pengetahuan baru oleh para guru dengan menghafal segala hal. Para siswa selalu bersikap pasif. Sekarang ini, hal tersebut sudah dalam masa transisi, yaitu dari cara mengajar tradisional menjadi pembelajaran yang terfokus kepada siswa. Para guru mulai menyadari akan pentingnya cara siswa belajar dan pemahaman terhadap hal-hal baru atau cara berpikir yang berbeda dengan bereksplorasi. Dalam proses ini, beberapa guru salah paham bahwa seharusnya meraka tidak mengajar atau menjelaskan. Guru seharusnya tidak mengoreksi kesalahan jawaban siswa kecuali siswa tersebut dapat menemukan kesalahannya. Dengan kesalahpahaman tersebut, para siswa kehilangan arah dalam belajar di kelas dan menghabiskan waktu dengan sia-sia karena guru tidak menjelaskan apa yang siswa perlu ketahui sebelum mereka mengeksplorasi sendiri, dan tidak memberikan instruksi tujuan yang cukup sebelum siswa memulai penelitian.

Kesalahpahaman Keempat : LKS (Lembar Kegiatan Siswa) Adalah Suatu Keharusan Dalam Lesson Study
Ada kesalahpahaman bahwa kelas yang menggunakan LKS adalah kelas yang baik atau jika kita melakukan Lesson Study, kita harus menggunakan LKS. Bagaimanapun, intinya adalah apakah siswa belajar atau tidak. Di beberapa kelas, siswa belajar lebih baik dengan memanfaatkan buku pelajaran atau dengan menjawab pertanyaan di buku catatan dibandingkan dengan bekerja dengan LKS tergantung pada isi kelas. Tujuan dari penggunaan LKS adalah untuk memfasilitasi pembelajaran dan pemahaman siswa, tapi dalam beberapa kasus, penggunaan LKS menjadi suatu tujuan utama. Selain itu di beberapa kelas, LKS yang dijawab oleh tiap-tiap kelompok atau setiap siswa kemudian dikumpulkan di akhir mata pembelajaran. Jadi, setelah kelas usai, tidak ada yang tersisa bagi para siswa untuk mengkaji ulang terhadap apa yang telah dipelajari, karena mereka hanya menulis jawaban dalam LKS dan tidak membuat catatan di buku mereka sendiri.

Kesalahpahaman Kelima : Kerja Kelompok adalah Keharusan Dalam Lesson Study
Beberapa guru berpikir bahwa diskusi diantara siswa dapat terjadi jika ada kerja kelompok di dalam kelas, dan jika terjadi diskusi, itu bisa dikatakan sebagai kelas yang baik. Beberapa guru hanya mendistribusikan LKS, kemudian mengatakan kepada siswa untuk mengikuti apa yang tertulis dalam LKS, dan sebagian besar dari 80 menit pembelajaran adalah untuk kerja kelompok. Hal ini adalah ciri khas buka-kelas di Indonesia. Juga, terdapat kesalahpahaman bahwa 1 LKS untuk satu kelompok adalah lebih baik untuk membuat siswa berdiskusi satu sama lain dibandingkan satu LKS untuk setiap siswa, karena satu siswa dengan satu LKS hanya akan membuat siswa bekerja secara individual tanpa ada diskusi. Sekali lagi, bahwa fokus tidak terletak apakah siswa dapat belajar dari diskusi, tapi fokus pada diskusi dan kerja kelompoknya itu sendiri. Dalam beberapa kasus, refleksi juga menjadi sangat dangkal, seperti menyebutkan mana siswa yang aktif dan tidak aktif, tidak menyebutkan tentang siapa yang belajar, atau apa yang telah dipelajari oleh tiap-tiap siswa. Adalah penting bagi para guru untuk meningkatkan kemampuannya dalam menilai momen demi momen di dalam kelas yang dapat menjadi cara yang sangat efektif, apakah bekerja sendiri maupun kelompok, atau dengan metode ceramah di kelas. Tenaga Ahli JICA menjelaskan bahwa ada dua hal dalam pembelajaran melalui diskusi ; pertama “mendapatkan opini dari para siswa atau jawaban mereka sendiri, dan mencari tahu perbedaannya”, dan yang kedua adalah “mencari bimbingan ketika siswa tidak dapat memecahkan masalahnya secara individual.

Kesalahpahaman Keenam : Memanfaatkan Media Berteknologi Tinggi Seperti LCD Adalah Baik
Ada banyak guru yang menggunakan LCD hanya pada saat buka-kelas. Media harus dipilih lebih dahulu dengan mempertimbangkan media mana yang paling memudahkan siswa untuk belajar. Jika kita harus menghabiskan sebagian waktu di dalam kelas dan tidak terbiasa menggunakannya, kita tidak perlu memakainya. Para guru di Indonesia dapat memanfaatkan papan tulis agar lebih efektif. Adalah penting untuk menuliskan tujuan atau poin-poin penting dalam pembelajaran di kelas, hal tersebut dapat membuat siswa menulis di buku catatannya masing-masing. Penjelasan dapat juga disampaikan dengan cara menggambar bentuk dan grafik di papan tulis. Dengan melakukan hal ini, guru dapat memfasilitasi pembelajaran siswa tanpa menggunakan media berteknologi tinggi.

Workshop yang telah dilaksanakan dibagi menjadi dua mata pelajaran (Matematika dan IPA), di tiga kabupaten, dan dihadiri oleh 968 guru. Apa itu Lesson Study dan apa itu kelas yang baik adalah tema yang sangat mendalam. Walaupun hanya workshop satu hari dengan melibatkan guru dalam jumlah yang besar disatu waktu, hal ini dapat menjawab pertanyaan guru secara langsung dan dapat memecahkan beberapa kesalahpahaman yang ada. Dalam Lesson Study adalah penting untuk membuat kemajuan selangkah demi selangkah, bukan perubahan secara drastis, tetapi perubahan secara terus menerus.

PAGE TOP

Copyright © Japan International Cooperation Agency