Japan International Cooperation Agency
Share
  • 日本語
  • English
  • Français
  • Espanol
  • Home
  • About JICA
  • News & Features
  • Countries & Regions
  • Our Work
  • Publications
  • Investor Relations

Mengapa PRIMA-P Menghasilkan Dampak Positif? (1)

Mendorong Sekolah dan Kecamatan Sekaligus secara Efektif

Tim Sekolah dan TPK merupakan roda pendorong pengembangan pendidikan. PRIMA-P menimbulkan efek bersinergi dengan mendorong keduanya secara bersamaan. Jika dipertimbangkan terkait persoalan pemerintahan, sosial, dan geografis Indonesia, maka kecamatan berperan sangat penting dalam rangka menyukseskan pelaksanaan pendidikan.

Pada waktu sistem pemerintahan yang bersifat “terpusat” dahulu, kecamatan hampir tidak pernah diberikan kewenangan terkait pelaksanaan pendidikan lanjutan menengah pertama. Pemerintah kecamatan merupakan sebuah organisasi pemerintahan yang langsung berada di bawah bupati/walikota yang diangkat oleh pemerintah, bahkan berada di bawah jalur pemerintahan Departemen Dalam Negeri, maka tidak memiliki kewenangan terkait pendidikan lanjutan menengah pertama. Otonomi daerah setelah tahun 2001 tidak membawa perubahan signifikan pada struktur ini. Pada tahun yang sama SMP secara resmi dialihkan ke bawah tanggungjawab pemerintah kabupaten / kota, sedangkan di banyak daerah SMP tetap di luar kontrol kecamatan.

PRIMA-P menguji coba sistem lain dengan sistem yang berjalan pada saat ini. PRIMA-P membentuk TPK di tingkat kecamatan dan melibatkan pemerintah kecamatan sebagai anggotanya. Dalam hal ini PRIMA-P mengangkat camat atau kepala dinas pendidikan kecamatan sebagai ketua tim agar mereka dapat memimpin kegiatan TPK atau TPK tersebut. Umumnya para camat atau kepala dinas pendidikan kecamatan mengadakan koordinasi komunikasi, pemanfaatan dan mobilisasi sumber daya daerah, dan sosialisasi masyarakat dengan baik. Kebanyakan dari mereka menunaikan tugas baru sebagai ketua TPK dengan kesadaran serius terkait bidang pendidikan.

Pembentukan tim di tingkat kecamatan seperti TPK memiliki dampak positif sebagai berikut.

  1. Mendorong koordinasi antar sekolah-sekolah di kecamatan
  2. Mendorong koordinasi masyarakat kecamatan
  3. Mempererat hubungan antar sekolah dan masyarakat
  4. Menjembatani antara sekolah, masyarakat di kecamatan dengan pemerintah kabupaten

Pada sistem pemerintahan saat ini, pemerintah kabupaten bertanggung jawab terhadap pendidikan dasar termasuk pendidikan lanjutan tingkat pertama. Komite Pendidikan, Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dibentuk di tingkat kabupaten, sedangkan Komite Sekolah dibentuk di sekolah. Kondisi ini berarti jarak antara sekolah dan kabupaten jauh dan terpisah, hingga kinerja pemerintah kabupaten untuk meningkatkan mutu sekolah dan pendidikan tidak dapat berfungsi maksimal. Menanggapi hal-hal seperti ini, PRIMA-P membentuk MKKS dan MGMP berbasis kecamatan. Kegiatan tingkat kecamatan tersebut dapat mendorong perubahan sikap guru di sekolah dan kelas secara langsung.

Sehubungan dengan poinl 4) di atas, fungsi TPK sebagai “Komite Pendidikan” di tingkat kecamatan sangat signifikan. Seandainya Komite Pendidikan di tingkat kecamatan dapat terbentuk di seluruh kecamatan dan didorong untuk melakukan koordinasi, maka Komite Pendidikan Kabupaten mungkin dapat berfungsi secara lebih efektif.

Satu hal yang perlu diperhatikan di sini adalah pembentukan TPK untuk pendidikan dasar (SD) tidak begitu tepat jika dibandingkan dengan pendidikan lanjutan tingkat pertama (SMP). Karena umumnya jumlah SD jauh lebih banyak daripada jumlah SMP di suatu kecamatan, maka mencakup seluruh SD pada satu Kecamatan dianggap tidak efektif. Jika model PRIMA-P dan model TPK diterapkan di pendidikan dasar, maka dibutuhkan sedikit modifikasi menyangkut hal tersebut.

Pentingnya Memberlakukan SMP dan MTs secara Setara

Model PRIMA-P dinilai dapat berfungsi secara efektif. Salah satu alasannya adalah karena PRIMA-P mencakup segala jenis sekolah sebagai target program tanpa membedakan satu sama lain. PRIMA-P melaksanakan program tanpa membedakan antara “sekolah model” dan “sekolah non-model”. Dengan didorong “rasa kebersamaan” para kepala sekolah dan guru-guru (khususnya dari sekolah-sekolah yang agak “terbelakang”) dapat secara aktif mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh TPK. Memberlakukan sekolah-sekolah secara setara merupakan sesuatu yang penting untuk mendorong seluruh stakeholder mengikuti kegiatan-kegiatan antar sekolah seperti Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS). Dan, hal ini berguna juga untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab kolektif antar stakeholder.

SMP di Indonesia terbagi dalam beberapa klasifikasi yang menyebabkan mereka tidak diberlakukan secara setara . Klasifikasi tersebut antara lain seperti berikut.

  • SMP Umum (Di bawah Departmen Pendidikan Nasional) atau MTs (Di bawah Departmen Agama)
  • Sekolah Negeri atau Sekolah Swasta
  • “Terdaftar” (Registered), “Disetujui” (Approved), “Padan“ (Equivalent) (Klasifikasi Daftar Sekolah Swasta)
  • “Taraf Internasional”, “Taraf Nasional”, “Taraf Potensial”, “Belum Tercapai / Kurang” (Klasifikasi menurut “Standar Nasional”)

Meskipun kebijakan bantuan sekolah (dana bantuan, program, pelatihan dll) terbilang bermacam-macam, target sekolah dibatasi dengan klasifikasi-klasifikasi tersebut. Akibatnya sebagian sekolah memperoleh bantuan yang lebih besar / kecil, atau sekolah tertentu menjadi semakin menonjol akibat memperoleh banyak bantuan sedangkan sekolah yang lain tidak mendapat apa-apa. Keadaan seperti ini tidak menimbulkan rasa tanggung jawab kolektif antara stakeholders. Seperti dicontohkan dalam PRIMA-P, membelakukan seluruh pihak yang terlibat secara setara merupakan kunci untuk mendapatkan partisipasi yang lebih luas. Oleh karena itu, bantuan kepada sekolah perlu diterapkan secara lebih setara dan dibuka untuk diberikan secara lebih luas.

Penyediaan Bantuan Dana (Block Grant)

Dibandingkan dengan anggaran atau dana bantuan yang lebih besar, dana bantuan PRIMA-P yang terbatas mendorong untuk dapat digunakan secara lebih “cerdik”. Masing-masing sekolah memiliki bermacam-macam permasalahan, kebutuhan, dan harapan serta kesulitan untuk memenuhinya dengan dana bantuan dalam jumlah yang terbatas. Walaupun dana bantuan PRIMA-P berjumlah kecil, dana tersebut dapat dipergunakan secara efektif dan efisien. Namun pelaksanaan kegiatan berdasarkan proposal perlu dilaksanakan oleh penerima bantuan untuk menjamin hal tersebut. Kebebasan untuk memilih kegiatan merupakan sesuatu yang positif bagi pihak sekolah. Oleh karena itu, penggunaan dana yang masuk ke sekolah tiap tahun (sekurang-kurangnya dalam program-program yang mereka terima) perlu ditentukan sendiri oleh pihak sekolah, bukan instruksi dari pemerintah.

Disadari, implementasi sistem baru ini dapat mengalami sedikit kesulitan. Namun hal tersebut tidak berarti bahwa pemerintah daerah harus membatasi pemberian bantuan dana untuk sekolah-sekolah. Pemerintah daerah hanya belum terbiasa dengan sistem pemberian bantuan sekolah dalam jumlah yang terbatas, sehingga dapat menimbulkan sedikit masalah pada pelaksanaan program. Oleh sebab itu, pada awalnya, program ini akan memperoleh banyak pertanyaan dan kekhawatiran. Kesulitan lain yang dialami adalah pada saat pemeriksaan proposal. Berbeda dengan bantuan lain, ratusan proposal dapat diajukan dari pihak sekolah ke pihak pemerintah dalam jangka waktu yang singkat dengan mudah. Di samping itu, Dinas Pendidikan Kabupaten harus dapat memeriksa dan menyetujui proposal-proposal yang diterima dengan prosedur tertentu. Salah satu cara yang dapat diterapkan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan melibatkan pengawas kabupaten dalam pemeriksaan proposal.

Selain itu, mempertahankan mutu proposal juga merupakan suatu hal yang tidak mudah. Pengalaman PRIMA-P menunjukkan bahwa membuat satu proposal yang dapat diterima dan disetujui dalam pemeriksaan sangat kecil jumlahnya, meskipun semua sekolah telah mengikuti pelatihan. Banyak sekolah cenderung belum dapat mengusulkan kegiatan untuk peningkatan pendidikan dan hanya mengutamakan pengadaan perlengkapan dan perbaikan fasilitas. Proposal seperti ini mungkin mencerminkan kondisi sekolah, tetapi di sisi lain menunjukkan bahwa sekolah tidak memiliki pandangan konkrit menyangkut peningkatan mutu sekolah dan pendidikan.

PRIMA-P mencoba mengatasi masalah tersebut dengan mempekerjakan konsultan lapangan (field consultant) sebagai penasehat untuk mendukung kegiatan-kegiatan sekolah. Namun apapun masalahnya, diperlukan cukup waktu bagi tiap sekolah untuk membuat proposal yang bermutu. Dan hal tersebut tidak mudah. Satu-satunya jalan adalah mempelajari dan memahami dengan baik program yang mereka lakukan melalui pelaksanaan kegiatan.

PAGE TOP

Copyright © Japan International Cooperation Agency